Umumnya,
perusahaan keluarga yang masih eksis sampai sekarang telah berusia lebih
dari 50 tahun. Sejarah perusahaan keluarga dimulai dari bisnis kecil
yang semakin lama makin berkembang. Seiring dengan perkembangannya,
perusahaan kemudian melebarkan sayapnya ke berbagai daerah atau bidang
bisnis yang lain.
Komitmen
utama dalam perusahaan keluarga adalah mempertahankan budaya perusahaan.
Budaya yang dilandasi oleh tradisi dan nilai-nilai dari keluarga itu
sendiri menjadi dasar bagi perusahaan keluarga untuk mengembangkan
bisnisnya. Namun dalam perkembangan selanjutnya, komitmen tersebut
banyak yang diabaikan. Perusahaan tidak lagi mempertahankan budaya
keluarga semata. Perusahaan telah melangkah lebih jauh dengan
mengedepankan profesionalisme.
Banyak
perusahaan telah berusia lebih dari 50 tahun dan sampai sekarang masih
eksis menjalankan bisnisnya. Perusahaan-perusahaan besar seperti Nyonya
Meneer berdiri tahun 1919, Bakrie & Brothers tahun 1942, perusahaan
rokok Sampoerna 1913, Bank NISP 1941, PT. Bentoel 1930, Toko Gunung
Agung 1953, Pabrik Ban Gadjah Tunggal 1951 juga Harian Kedaulatan Rakyat
1945 merupakan perusahaan keluarga yang bermula dari bisnis kecil
keluarga.
Perusahaan-perusahaan
tersebut mampu berkembang dengan pesat memakan waktu yang panjang. Kini
di berbagai daerah banyak cabang dan anak perusahaan yang telah
berdiri. Masih banyak lagi di Indonesia perusahaan swasta selain
perusahaan tersebut di atas yang telah berusia di atas 50 tahun namun
tetap eksis dalam bisnisnya.
Kepemilikan
perusahaan mungkin telah sampai pada generasi kedua bahkan ketiga.
Sedangkan generasi pertama atau perintis bisnis itu sendiri telah
meninggal dunia. Profesionalisme yang telah diterapkan oleh perusahaan
membuat pemiliknya tak lagi menguasai saham mayoritas. Hal ini mungkin
dipicu oleh faktor internal dan eksternal yang membuat pemilik
perusahaan menyerahkan pengelolaan perusahaannya kepada orang lain,
bukan lagi pada keluarganya. Misalnya masalah yang menimpa perusahaan
yang tidak bisa diselesaikan, menyebabkan kepemilikan beralih kepada
orang lain atau pihak ketiga.
Seperti pada
Bank NISP, kini sahamnya telah dikuasai oleh Overseas Chinesee Banking
Corporation sebesar 70,62%. Demikian pula dengan PT Bentoel, akibat
perselisihan keluarga yang tidak dapat diselesaikan, kini sahamnya
dikuasai sepenuhnya oleh PT. Bhakti Investama milik taipan Hary
Tanoesoedibjo. Kemudian Bakrie & Brothers, 52% sahamnya diambil alih
oleh kreditur karena perusahaan ini tak mampu melunasi utangnya akibat
krisis moneter tahun 1997. Keluarga Bakrie hanya memegang 2,5% saham
saja.
Sementara
itu Charles Saerang, yang merupakan generasi ketiga keluarga Nyonya
Meneer membeli seluruh saham milik keluarga. Ini dilakukan untuk
menghindari perpecahan keluarga akibat perebutan kepemimpinan perusahaan
pada keluarga tersebut. Dengan demikian dari keluarga Nyonya Meneer
hanya Charles dan kakaknya yang masih memiliki saham. Yang paling heboh
adalah berita ketika Putera Sampoerna menjual seluruh sahamnya kepada
Phillip Morris dengan harga US $2 Miliar atau senilai dengan Rp. 18
Triliun. Itu semua merupakan satu contoh yang terjadi di masa lalu.
Tak banyak
keluarga yang rela menyerahkan kepemilikannya kepada orang lain kalau
tidak didasari alasan tertentu. Namun di tangan para professional,
biasanya bisnis berjalan dengan baik dan pertumbuhannya juga semakin
meningkat. Profesionalitas dalam bekerja akan menjadi lebih rasional dan
tak mengandalkan emosi saja. Kalau masih dikelola oleh satu keluarga
faktor emosi turut berperan dalam pengambilan keputusan. Tak jarang hal
inilah yang menyebabkan terjadinya perpecahan. Itu juga diakui oleh
Charles Saerang sebagai pemilik Perusahaan Jamu Nyonya Meneer.
Untuk tetap
eksis dalam bisnis dalam kurun waktu yang lama memang bukan suatu hal
yang mudah. Dunia selalu mengalami perubahan, demikian pula halnya
dengan perusahaan besar. Jika tak mampu menyesuaikan diri dengan tren
yang ada, bisa jadi perusahaan tak akan dapat bertahan. Di samping itu
hambatan yang datang dari para pesaing pun menjadi problem tersendiri.
Perusahaan yang mampu bertahan di era yang pernuh dengan perubahan.
pasti memiliki ciri khas dan kultur yang kuat.
Hermawan
Kartajaya mengungkapkan bahwa di perusahaan yang mampu bertahan lebih
dari 50 tahun akan ditemukan 3 winning charasteristic, yaitu kemampuan
beradaptasi, budaya perusahaan yang kuat dan inovasi tiada henti.
Demikian Hermawan dalam bukunya 4G Marketing.
Perusahaan
besar seperti yang telah disebutkan di atas memiliki semua itu. Kita
bisa menyaksikan dalam promosi atau iklan-iklannya yang gencar di media
televisi atau surat kabar. Konsep pemasaran terlihat sangat menawan
dengan berbagai variasi untuk meningkatkan penjualan produknya.
Iklan-iklan yang variatif memaksa audiens untuk memakai produk, minimal
mencobanya. Selain itu inovasi di berbagai bidang juga terkonsep sebagai
suatu strategi untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Hanya
perusahaan yang sekelas saja yang mampu menjadi pesaing dalam hal ini.
Kalau dicermati lebih lanjut, ternyata
banyak sekali perusahaan di Indonesia atau di mancanegara yang tadinya
milik keluarga kemudian diambil alih oleh orang lain. Di Amerika saja
ada sekitar 70% perusahaan yang tadinya berawal dari bisnis kecil
keluarga. Keluarga pendiri perusahaan memang masih memiliki saham tetapi
bukan lagi sebagai pemilik mayoritas.
Ya, perusahaan yang tadinya milik keluarga secara utuh dalam perkembangannya sudah bukan lagi milik keluarga.